Senin, 3 Mei 711 M, Thariq seorang panglima pasukan muslim, dengan membawa 70.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar -diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki. Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.
Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata,
“Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”
.
.
Lalu Thariq melanjutkan pidatonya.
“Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.
Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit. Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidak bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita. Kita harus bahu membahu.
Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya. Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.”
(diambil dari berbagai sumber)
Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit. Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidak bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita. Kita harus bahu membahu.
Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya. Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.”
(diambil dari berbagai sumber)
Seperti itulah bentuk kepemimpinan sang panglima perang yaitu Thariq bin Ziyad, yang mampu memotivasi seluruh pasukannya, bahkan merubah mind set seluruh pasukannya, yang tak segan segan memberikan sebuah pilihan yang tidak bisa di tolak, apakah mundur tapi mati konyol, atau maju lalu mati syahid. Seorang pemimpin yang mampu mengendalikan kondisi, seorang pemimpin yang bukan hanya memimpin dengan otaknya, tapi juga dengan hatinya. Kita melihat bagaimana sang panglima perang tersebut memotivasi seluruh pasukannya, yang bahkan secara logika akan kalah diperang tersebut, karena persenjataan yang tidak lengkap dan juga jumlah pasukan yang jauh lebih dari sedikit, tapi mempunyai semangat yang berkorbar kobar dalam hati.
Maka inilah pelajaran yang dapat kita ambil, bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, tak cukup hanya bermodalkan kepintaran, tapi untuk menjadi sorang pemimpin dibutuhkanlah kecintaan pada ALLAH di atas segalanya. Dimana ketika kita bertemu situasi yang tidak mungkin kita selesaikan, tapi kita yakin masih ada ALLAH disisi kita. Kita yakin walaupun kita harus mati, tapi ada kehidupan yang lebih abadi setelah kita mati, kita yakin bahwa SURGA ALLAH telah menunggu, yakin bahwa janji ALLAH itu benar. Maka ketika sorang pemimpin sudah memiliki visi yang jelas, keyakinan tanpa batas, karakter yang tangguh, serta dicintai, diikuti dan dipercaya, maka niscya pemimpin tersebut akan menjadi pemimpin yang abadi, yaitu pemimpin yang selalu dikenang jasa jasanya, walaupun jasadnya telah tiada. Wallahu’alam bishawab. Barakallah.
Maka inilah pelajaran yang dapat kita ambil, bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, tak cukup hanya bermodalkan kepintaran, tapi untuk menjadi sorang pemimpin dibutuhkanlah kecintaan pada ALLAH di atas segalanya. Dimana ketika kita bertemu situasi yang tidak mungkin kita selesaikan, tapi kita yakin masih ada ALLAH disisi kita. Kita yakin walaupun kita harus mati, tapi ada kehidupan yang lebih abadi setelah kita mati, kita yakin bahwa SURGA ALLAH telah menunggu, yakin bahwa janji ALLAH itu benar. Maka ketika sorang pemimpin sudah memiliki visi yang jelas, keyakinan tanpa batas, karakter yang tangguh, serta dicintai, diikuti dan dipercaya, maka niscya pemimpin tersebut akan menjadi pemimpin yang abadi, yaitu pemimpin yang selalu dikenang jasa jasanya, walaupun jasadnya telah tiada. Wallahu’alam bishawab. Barakallah.
0 komentar:
Posting Komentar